Kamis, 14 November 2013

Pakaian Tradisional Jepang

PAKAIAN ADAT JEPANG
Kimono (着物) adalah pakaian tradisional Jepang. Kata ini berasal dari dua kata yaitu ki () dari kata kiru (着る) yang berarti pakai atau memakai dan mono () untuk menyebut barang. Terdapat banyak macam dan variasi dari kimono. Penggunaannya pun dapat berbeda-beda tergantung situasi dan kondisi serta status orang yang mengenakan kimono tersebut. Umumnya dewasa ini kimono hanya digunakan pada kesempatan khusus. Penngunaan kimono sebagai pakaian sehari-hari hanya populer hingga tahun 1960-an. Sejak saat itu hingga kini masyarakat Jepang mulai beranjak ke pakaian barat (disebut juga youfoku) yang mulai masuk ke Jepang sejak jaman Meiji.

Kimono wanita
Furisode (振袖)

Adalah jenis kimono formal yang diperuntukan untuk wanita muda yang belum menikah. Ciri khas kimono jenis ini adalah bukaan pada ketiak yang membentuk kantong tidak berjahit (tamato). Tamato ini dibuat memanjang ke bawah hingga mata kaki. Selain itu, ciri khas lainnya adalah warnanya yang umumnya cerah atau warna pastel dengan motif bunga, tanaman, keindahan musim, hewan atau burung. Furisode adalah pakaian paling formal untuk wanita yang belum menikah. Karena itu, biasanya hanya digunakan untuk menghadiri acara resmi seperti pesta pernikahan, omiai dan upacara resmi lainnya seperti saijin shiki, wisuda atau upacara setelah wisuda (shaokai).
Furisode juga merupakan pakaian yang digunakan sebagai baju pengantin wanita. Penggunaan firisode sebagai baju pengantin dipadukan dengan sebuah mantel yang disebut uchikake. Pakaian pengantin ini (furisode+uchikake) disebut hanayome ishō. Furisode untuk pakaian pengantin agak berbeda dari furisode biasa dari warnanya yang lebih cerah dan motif yang digunakan umumnya dipercaya mendatangkan keberuntungan seperti motif burung jejang. Shiromuku adalah sebutan untuk baju pengantin wanita tradisional berupa furisode berwarna putih bersih dengan motif tenunan yang juga berwarna putih.

Berdasarkan lebar lengan, furisode terdiri dari tiga jenis: ōburisode (furisode besar, lebar lengan sekitar 114 cm), chūburisode (furisode sedang, lebar lengan dari 90 cm hingga sekitar 102 cm), dan koburisode (furisode kecil, lebar lengan dari 70 cm hingga sekitar 80 cm).


Tamesode (貯め袖)


Adalah kimono paling formal yang digunakan oleh wanita yang sudah menikah. Berdasarkan warna kain, tamesode dibedakan atas kurotamesode (tamesode hitam) dan irotamesode (tamesode berwarna).

Kurotamesode hanya dikenakan sebagai pakaian formal ke pesta pernikahan sanak keluarga, pesta-pesta, serta upacara yang sangat resmi. Bahan untuk kurotomesode adalah kain krep hitam tanpa motif tenun. Corak pertanda keberuntungan seperti burung jejang atau seruni berada pada bagian bawah kimono. Posisi corak kain disesuaikan dengan usia pemakai, semakin berumur pemakainya, corak kain makin diletakkan di bawah. Lambang keluarga berjumlah lima buah: satu di punggung, sepasang di belakang lengan, dan sepasang di dada bagian atas.



Irotamesode juga dibuat dari kain krep berwarna, bisa dengan motof tenun atau tanpa motif tenun. Lambang keluarga umumnya berada di tiga tempat yaitu di punggung dan dikedua lengan bagian belakang atau cukup dengan satu lambang keluarga di punggung. Umumnya irotamesode digunakan untuk menghadiri pesta pernikahan sanak saudara, pesta dan upacara resmi. Untuk pesta atau acara pernikahan di Istana juga harus memakai irotamesode, karena kurotamesode yang berwarna hitam identik dengan warna duka. Irotamesode juga dapat digunakan oleh wanita yang belum menikah tapi sudah berumur dan tidak ingin memakai homongi.


Homongi (訪問着)


Adalah kimono formal yang dapat digunakan baik oleh wanita yang sudah menikah atau belum menikah. Tingkat formalitasnya satu tingkat dibawah irotamesode. Homongi dipakai sewaktu diundang ke pesta pernikahan yang bukan diadakan sanak keluarga, upacara minum teh, merayakan tahun baru, dan pesta-pesta. Sewaktu membeli kimono, pemakai bisa memesan lebar lengan kimono sesuai keinginan. Wanita yang belum menikah memakai homongi dengan bagian lengan yang lebih lebar.Ciri khas homongi disebut eba (絵羽) yakni corak kain yang saling tepat bertemu di perpotongan kain (bagian jahitan kimono).



Tsukesage (着け下げ)


Adalah kimono semiformal untuk wanita yang sudah atau belum menikah. Menurut tingkatan formalitas, kedudukan tsukesage hanya setingkat dibawah homongi. Kimono jenis ini tidak memiliki lambang keluarga. Tsukesage dikenakan untuk menghadiri upacara minum teh yang tidak begitu resmi, pesta pernikahan, pesta resmi, atau merayakan tahun baru.



Komon (顧問)


adalah kimono santai untuk wanita yang sudah atau belum menikah. Ciri khas kimono jenis ini adalah motif sederhana dan berukuran kecil-kecil yang berulang. Komon dikenakan untuk menghadiri pesta reuni, makan malam, bertemu dengan teman-teman, atau menonton pertunjukan di gedung.






Tsumugi (紬)


adalah kimono santai untuk dikenakan sehari-hari di rumah oleh wanita yang sudah atau belum menikah. Walaupun demikian, kimono jenis ini boleh dikenakan untuk keluar rumah seperti ketika berbelanja dan berjalan-jalan. Bahan yang dipakai adalah kain hasil tenunan sederhana dari benang katun atau benang sutra kelas rendah yang tebal dan kasar. Kimono jenis ini tahan lama, dan dulunya dikenakan untuk bekerja di ladang.


Iromuji (色無地)

Adalah kimono semiformal, namun bisa dijadikan kimono formal bila iromuji tersebut memiliki lambang keluarga (kamon). Sesuai dengan tingkat formalitas kimono, lambang keluarga bisa terdapat 1, 3, atau 5 tempat (bagian punggung, bagian lengan, dan bagian dada). Iromoji dibuat dari bahan tidak bermotif dan bahan-bahan berwarna lembut, merah jambu, biru muda, atau kuning muda atau warna-warna lembut. Iromuji dengan lambang keluarga di 5 tempat dapat dikenakan untuk menghadiri pesta pernikahan. Bila menghadiri upacara minum teh, cukup dipakai iromuji dengan satu lambang keluarga.


Yukata (浴衣)


Adalah kimono santai yang dibuat dari kain katun tipis tanpa pelapis untuk kesempatan santai di musim panas.




Kimono pria
1. Montsuki

Kimono pria yang dibuat dari bahan berwarna gelap seperti hijau tua, coklat tua, biru tua, dan hitam. Kimono paling formal berupa setelan montsuki hitam dengan hakama dan haori



Bagian punggung montsuki dihiasi lambang keluarga pemakai. Setelan montsuki yang dikenakan bersama hakama dan haori merupakan busana pengantin pria tradisional. Setelan ini hanya dikenakan sewaktu menghadiri upacara sangat resmi, misalnya resepsi pemberian penghargaan dari kaisar/pemerintah atau seijin shiki.



2. kinagashi


Pria mengenakan kinagashi sebagai pakaian sehari-hari atau ketika keluar rumah pada kesempatan tidak resmi.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar